LAGU

Sabtu, 07 Mei 2016

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH



Makalah
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH




DISUSUN OLEH : AHMAD ADABY A.R..



BAB I
A.    Latar belakang masalah
Sebagaimana telah diketahui bahwa bank syariah merupakan salah satu perangkat di dalam ekonomi syariah. Bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Lembaga keuangan yang berdasarkan pada asas-asas Islam muncul dengan penawaran yang baru yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional ataupun kapitali, yaitu dengan memberikan pelayanan yang bernuansa islami serta sistem bagi hasil yang khususnya menjadi cirri utama dalam lembaga keuangan islam ini.
Dalam praktiknya lembaga keuangan yang non-syariah menjalankan sistem bunga dalam memberikan pinjaman kepada nasabahnya sehingga nasabah merasa terbebani dengan bunga yang di bebankan oleh bank kepada nasabah, namun nasabah tidak mempunyai pilihan lain untuk mendapatkan pinjaman, namun lembaga keuangan islam secara umum datang dengan memberikan inovasi baru dengan tidak membebankan bunga kepada nasabah tapi dengan sistem bagi hasil antara nasabah dengan bank.

B.     Rumusan masalah
1.      Apa pengertian dan dasar hukum masalah lembaga keuangan bank syariah?
2.      Apa fungsi dari bank syariah?
3.      Apa perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional?
4.      Sebutkan jenis-jenis bank syariah (BUS) dan (UUS)!
5.      Bagaimana sisdur dan operasional BUS?
6.      Bagaimana perkembangan syariah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian dan dasar hukum bank syariah
1.      Pengertian bank syariah
Di Indonesia, regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam UU Bo. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
a.       Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dapalam kegiatannya  memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank nondevisa.
b.      Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. UUS berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional bersangkutan.
c.       Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum BPRS perseroan terbatas. BPRS hanya boleh dimiliki ole WNI/ Badan Hukum indonesia, pemerintah daerah, atau kemitraan antara WNI atau badan hukum indonesia dengan pemerintah daerah.[1]
2.      Hukum bank syariah
Hukum islam atau syariah yang bersumber dari ajaran dan teladan Nabi Muhammad saw, mengatur semua aspek kehidupan, etika dan sosial, serta meliputi perkara pidana maupun perdata. Syariah bersifat komprehensif, mencakup seluruh aktivitas manusia, mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Konsekuensinya, syariah menggabungkan apa yang di masyarakat Barat masuk ke dalam wilayah hukum perdata dan pidana.
Salah satu keistimewaan hukum islam adalah bahwa ia menjadi manifestasi kehendak Tuhan yang pada waktu tertentu dalam sejarah, disampaikan pada ummat manusia melalui Nabi Muhammad saw, karena itu hukum islam tidak bersandar pada otoritas pembuat hukum duniawi manapun. Sumber hukum islam disamping al-quran adalah ketetapan Nabi saw, yang mencerminkan penerapan aturan, prinsip, dan perintah Allah dalam al-qur’an. Selama beberapa abad berikutnya, aturan-aturan ini berkembang menjadi sebuah sistem hukum yang lengkap, baik hukum publik maupun hukum perdata yang disertai petunjek pengamalan agama.
Al-quran mengandung sejumlah aturan dan ketentuan, tetapi karena bersifat umum, ia tidak mewakili seluruh permasalahan yang muncul. Karena itulah pada periode sahabat, aturan-aturan itu dilengkapi dengan sunnah, tradisi Nabi Muhammad saw yang kini terhimpun dalam litertur hadis. Syariah berkembang berkat upaya kaum muslim periode awal, ketika mereka berhadapan langsung dengan berbagai masalah sosial dan politik. Disinilah muncul ijtihad, yaitu upaya untuk menemukan ketetapan hukum yang sesuai dengan seruan al-quran dan hadis.
Ilmu yang membahas syaria disebut fikih (yurisprudensi), dan praktisnya bdisebut fukaha (ahli hukum). Sebutan lain yang dipergunakan adalah ualama, yaitu “orang-orang yang mengetahui” , tetapi sering diterjemahkan sebagai “sarjan” atau “ahli hukum”. Disebabkan karena, dalam islam ilmu hukum (fikih atau yurisprudensi) lebih populer dibanding teologi. Orang yang mengurusi aspek intelektual agama adalah ahli hukum, bukan teolog dan inti pendidikan tinggi adalah yurisprudensi, bukan teologi. Secara bertahap  kelompok-kelompok itu berkembang menjadi mazhab yang lebih terorganisasi dibawah pimpinan para fukaha dan ulama. Akhirnya, aliran suni mengakui adanya empat mazhab hukum.
Dengan demikian, sumber hukum dalam islam adalah al-quran dan sunah (sumber utama) dan penafsiran serta pendapat para fukaha (sumber kedua). Adapun sumber-sumber hukum islam itu ialah:
a.       Al-qur’an
Sumber hukum islam yang pertama adalah al-quran, kumpulan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Al-quran tentu saja bukan murni teks hukum, namun didalamnya terdapat sekitar 500 perintah yang bersifat hukum (20 diantaranya yentang isu-isu ekonomi).
Secara umum disepakati bahwa perintah-perintah yang terdapat dalam al-quran tidak boleh diubah, tetapi akibat-akibat hukumnya, jika ada sering kali tidak ditetapkan, misalnya, sanksi hukum bagi orang yang mengabaikan riba.
b.      Hadis dan sunah
Sumber hukum islam berikutnya adalah hadis yang berarti “tradisi  atau ucapan” yang berhubungan kehidupan Nabi Muhammad saw. Dalam khazanah klasik, sunnah-jalan yang dirunut oleh Nabi dan para sahabatnya dapat diketahui hanya melalui periwayatan hadis. Selama beberapa abad terbentuk berbagai aturan mengenai perilaku dan keimanan dasar hukum dan teologi islam yang di akui secara universal. Sunah dimaknai sebagai praktik dan petunjuk Nabi yang disampaikan oleh perawi, dan terdiri atas tiga macam: sunnah qawliyah (ucapan), sunnah fi’liyah (perbuatan), dan sunnah  taqririyah (persetujuan).
c.       Ijmak (Konsensus)
Para ulama menyatakan bahwa Al-quran mengandung prinsip-prinsip umum yang mengatur semua masalah, dan apabila ada ketidak jelasan mengenai suatu ayat, para ulama mencari penjelasan dalam hadis. Dengan demikian, fondasi syariah adalah perintah dan larangan yang jelas dan tidak ambigu yang terdapat dalam sumber-sumber ini. Ijmak atau konsensus para ulama, tidak berlaku untuk masalah akidah atau ibadah utama yang telah disepakati, tetapi untuk penerapan syariah dalam urusan-urusab duniawi. Ijmak sangat diperlukan untuk menuntaskan isu ekonomi dan keuangan Islam karena Al-quran dan hadis tidak memberi penjelasan mengenainya. Dalam kedua sumber hukum itu hanya ada panduan dan petunjuk mendasar yang mengatur sistem ekonomi islam. Akibatnya perkembangan perbankan islam lebih banyak didasarkan atas para ijmak para sarjana dan ahli-ahli hukum muslim modern baik ditingkat nasional maupun internasional. Salah satu contoh adalah Hand book of islamic banking, yang diterbitkan oleh international Association of Islamic Banks, yang memberikan kerangka kerja untuk institusi-institusi keuangan islam.
d.      Qiyas (Deduksi Analogi) syariah
Sumber hukum tambahan adalah qiyas (analogi dari ketetapan hukum yang sudah ada) dan ijtihad (upaya individual untuk menetapkan hukum dari dalil-dalil). Ijtihad meliputi penggunaan akal dan pertimbangan untuk menetapkan jalan yang sesuai dengan semangat Alquran dan hadist. Sementara keputusan yang dihasilkan melalui jalan ijtihad disebut ijmak yakni keputusan bersam para ulama. Qiyas artinya penalaran analogis, yang menjadikan keadaan masa lalu atau ketetapan hukum yang sudah baku sebagai preseden bagi permasalahn baru yang muncul kemudian.
            Pada praktiknya qiyas adalah memperbandingkan dua hal dan menilai salah satu hal dari sudut pandang hal lainnya. Dalam hukum islam, qiyas merupakan perluasan nilai syariah dari kausu lama ke kasus baru, karena adanya kesamaan unsur pokok pada kedua kasus (illat hukum). Qiyas bisa digunakan untuk menemukan hukum suatu masalah hanya jika jawabannya tak ada dalam alquran atau hadis, atau dalam ijmak. Misalnya, ditetapkan bahwa penggunaan narkotika haram hukumnya dengan alasan hukum (illat) yang sama dengan pengharaman alkohol, yakni keduanya dapat merusak pikiran.[2]
B.     Fungsi bank syariah
Fungsi bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution),sebagai berikut :
1.      Manajer investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
2.      Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3.      Penyedia jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4.      Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainya. [3]
C.     Perbedaan bank syariah dan bank konvensional
Bank syariah merupakan bank yang dalam sistem operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga, akan tetapi menggunakan prinsip dasar sesuai dengan syariah Islam. Dalam menentukan imbalannya, baik imbalan yang diberikan ataupun yang diterima, bank syariah tidak menggunakan sistem bunga, akan tetapi menggunakan konsep imbalan sesuai dengan akad yang diperjanjikan. Sedangkan bank konvensional kebalikan dari bank syariah yaitu dalam sistem operasionalnya, bank konvensional menggunakan sitem bunga. Dan dalam menyalurkan dananya bank konvensional tidak mempertimbangkan jenis investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan untuk perusahaan yang menguntungkan.[4] Namun antara Bank Syariah dan Bank Konvensional dalam beberapa hal memiliki persamaan. Diantaranya: dalam teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti: KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya.
Adapun perbeedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syariah secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek, yaitu sebagai berikut:
1.      Falsafah, pada bank syariah tidak berdasarkan  bunga, spekulasi, dan ketidak jelasan, sedangkan pada bank konvesional berdasarkan atas bunga.
2.      Operasional, pada bank syariah, dana masyarakat berupa titipan dan di investasi baru akan mendapat hasil jika diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank konvensional, dana masyarakat berupa simpanan yang harus di bayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama.
3.      Sosial, pada bank syariah, aspek sosial dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi perusahaan, sedangkan pada bank konvensional tidak tersirat secara tegas.
4.      Organisasi, Bank syariah harus memiliki DPS. Sementara itu, bank konvensional memiliki Dewan Pengawas Syariah.
Selain itu, perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah dapat dilihat dari empat aspeklain, yaitu sebagai berikut:
1.      Akad Dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan oleh bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad.
2.      Lembaga Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan bank konvensional. Kedua belah pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikan di peradilan negri, tetapi menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
3.      Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, namun unsur yang amat membedakan antara bank konvensional dan bank syariah adalah keharusan adanya DPS yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produk agar sesuai dengan garis-garis syariah.
4.      Bisnis Dan Usaha Di Biayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah tidak terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang di haramkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek objek pembiayaan dapat di danai melalui dana bank syariah, namun sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
5.      Lingkungan Dan Modal Kerja
Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq, harus melamdasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif muslim yang baik. Selain itu karyawan bank syaraiah harus profesional (fathanah) dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward  dan punismen, diperlukan prinsip keadiadilan yang sesuai dengan syariah. [5]

D.    Jenis bank syariah (BUS, UUS)
1.      Bank Umum Syariah (BUS)
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah dapat melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Bank Umum Syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak dibawah koordinasi bank konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan konvensional. Bank Umum Syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan tetapi aktivitas atau pelaporannya terpisah dengan induk bank.
Bank umum syariah memiliki akta pendirian yang terpisah dari induknya, bank konvensional, atau berdiri sendiri, bukan anak bank konvensional. Sehingga setiapa laporan yang diterbitkan oleh bank syariah akan terpisah dengan induknya.
Kegiatan Bank Umum Syariah secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama yaitu:
a.       Menghimpun dana dari masyarakat
Bank umum syariah menghimpundana dari masyarakat dengan cara menawarkan berbagai jenis produk pendanaan antara lain; giro wadiah, tabungan wadi’ah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah, dan produk pendanaan lainnya yang diperbolehkan sesuai dengan syariah islam. Penghimpun dana dari masyarakat dapat dilakukan dengan akad wadi’ah dan mudharabah. Dengan menghimpun dana dari masyarakat, maka bank syariah akan membayar biaya dalam bentuk bonus untuk akad wadi’ah dan bagi hasil untuk akad mudharabah.
b.      Penyaluran dana kepada masyarakat
Bank umumsyariah menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana, agar tidak terjadi idle fund. Bank umum syariah dapat menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan serta dalam bentuk penempatan dana lainnya. Dengan aktivitas penyaluran dana ini bank syariah akan memperoleh pendapatan dalam bentuk margin keuntungan bila menggunakan akad jual beli, bagi hasil bila menggunakan akad kerja sama usaha, dan sewa bila menggunakan akad sewa menyewa.
c.       Pelayanan jasa
Bank umum syariah juga menawarkan produk pelayanan jasa untuk membantu transaksi yang dibutuhkan oleh pengguna jasa bank syariah. Hasil yang diperoleh bank atas pelayanan jasa bank syariah yaitu berupa pendapatan fee dan komisi.
2.      Unit Usaha Syariah (UUS)
Unit Usaha Syariah merupakan unit usaha yang dibentuk oleh bank konvensional, akan tetapi dalam aktivitasnya menjalankan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah, serta melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Aktivitas unit usaha syariah sama dengan aktivitas yang dilakukan oleh bank umum syariah, yaitu aktivitas dalam menawarkan produk penghimpun dana pihak ketiga, penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan, serta memberikan pelayanan jasa perbankan lainnya. Unit Usaha Syariah (UUS) adalahadalah unit kerja dari kantor pusat bank konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit byang melaksanakan kegiatan usaha berdaqsarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yangb berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah.
Unit usaha syariah tidak berdiri sendiri, akan tetapi menjadi bagian dari induknya yang pada umumnya bank konvensional. Unit Usaha Syariah tidak memiliki kantor pusat, karena merupakan bagian atau unit tertentu dalam struktur organisasi bank konvensional. Hal ini dilakukan dengan alas an bahwa semua transaksi syariah tidak boleh dicampur dengan transaksi konvensional.
Unit usaha syariah tidak memiliki akta pendirian secara terpisah dari induknya bank konvensional, akan tetapi merupakan divisi tersendiri atau cabang tersendiri yang khusus melakukan transaksi perbankan sesuai syariah Islam. Beberapa contoh Unit Usaha Syariah antara lain, Bank Danamon Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, CIMB Niaga Syariah, dan Unit Usaha Syariah lainnya. Secara umum unit usaha syariah sama dengan bank umum syariah lainnya.[6]
E.     Sisdur dan operasional BUS

F.      Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
Perkembangan bank syariah di di awali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat Syariah  (BPRS) di Bandung pada tahun 1991 dan PT BPES Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam. Pendirian Bank Syariah di Indonesia di Prakarsai oleh Majelis Ulama Indomesia (MUI) melalui lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua, Bogor, 18-20 Agustus 1990. Hasil ini di bahas dalam Munas IV MUI yang kemudian di bentuk tim kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sehingga berdirilah PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi tahun 1992.
BMI merupakan bank syariah pertama yang didirikan di Indonesia, walaupum perkembangannya agak lambat bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit syariah. Sementara itu jumlah BPRS hingga akhir tahum 2004 bertambah menjadi 88 buah.[7]
Berkembangnya bank-bank  syariah di Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai  pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Beberapa uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti.
            Akan tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20 agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasil lokkarya tersebut di bahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait. Adapun hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ialah Bank Muamalat Indonesia. Akte PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1 November 1991.
Pada awal pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya undang-undang No 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut telah menjelaskan dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan dapat di implementasikan oleh bank syariah. Undung-undang tersebut juga memberikan arahan kepada bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Satu perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pasca reformasi adalah di perkenankannya konversi cabang umum konvensional menjadi cabag syariah. [8]











BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan



















DAFTAR PUSTAKA

Antonio, Muhammad Syafi’i.  Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.
Lewis, Mervyn K. Perbankan Syariah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta. 2001.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2011.
Machmud, Amir, dkk. Bank Syariah Teori,  Kebijakan, Dan Studi Empiris Indonesia. Jakarta: ERLANGGA. 2010.
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009.
Sudarsono, Heri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonosia. 2003.


[1] Andri Soemitra, M.A., Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009) hlm: 61-62.
[2] Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) hlm: 33-36.
[3] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: EKONOSIA, 2003) hlm:45..
[4] Drs. Ismail, MBA., Ak., Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2011) hlm: 34.
[5] Dr, Amir Machmud dan H. Rukmana, S.E., M.SI,  Bank nSyaria Teori Kebijakan, Dan Studi Empiris Di Indonesia, (Jakarta: ERLANGGA, 2010) hlm: 11-12.
[6] Ibid..... Drs. Ismail, MBA., Ak., Perbankan Syariah,  hlm: 51-54.

[7] Ibid.....Dr, Amir Machmud dan H. Rukmana, S.E., M.SI,  Bank nSyaria Teori Kebijakan, Dan Studi Empiris Di Indonesia, hlm: 20.
[8] DR. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dan Teori Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001) Hlm:25- 27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar