Makalah
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
DISUSUN OLEH : AHMAD ADABY A.R..
BAB I
A.
Latar
belakang masalah
Sebagaimana
telah diketahui bahwa bank syariah merupakan salah satu perangkat di dalam
ekonomi syariah. Bank syariah merupakan bank yang beroperasi dengan tidak
mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga diartikan sebagai lembaga
keuangan/perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan
Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Lembaga
keuangan yang berdasarkan pada asas-asas Islam muncul dengan penawaran yang
baru yang berbeda dengan lembaga keuangan konvensional ataupun kapitali, yaitu
dengan memberikan pelayanan yang bernuansa islami serta sistem bagi hasil yang
khususnya menjadi cirri utama dalam lembaga keuangan islam ini.
Dalam praktiknya
lembaga keuangan yang non-syariah menjalankan sistem bunga dalam memberikan
pinjaman kepada nasabahnya sehingga nasabah merasa terbebani dengan bunga yang
di bebankan oleh bank kepada nasabah, namun nasabah tidak mempunyai pilihan
lain untuk mendapatkan pinjaman, namun lembaga keuangan islam secara umum
datang dengan memberikan inovasi baru dengan tidak membebankan bunga kepada
nasabah tapi dengan sistem bagi hasil antara nasabah dengan bank.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa
pengertian dan dasar hukum masalah lembaga keuangan bank syariah?
2.
Apa
fungsi dari bank syariah?
3.
Apa
perbedaan dari bank syariah dan bank konvensional?
4.
Sebutkan
jenis-jenis bank syariah (BUS) dan (UUS)!
5.
Bagaimana
sisdur dan operasional BUS?
6.
Bagaimana
perkembangan syariah di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan dasar hukum bank syariah
1. Pengertian bank syariah
Di
Indonesia, regulasi mengenai bank syariah tertuang dalam UU Bo. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Bank syariah adalah
bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan
Rakyat Syariah (BPRS).
a. Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah
yang dapalam kegiatannya memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran, BUS dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank
nondevisa.
b. Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja
dari kantor pusat bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk
dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah, atau kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan atau unit syariah. UUS
berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional bersangkutan.
c. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah adalah Bank
syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bentuk hukum BPRS perseroan terbatas. BPRS hanya boleh dimiliki ole
WNI/ Badan Hukum indonesia, pemerintah daerah, atau kemitraan antara WNI atau
badan hukum indonesia dengan pemerintah daerah.[1]
2. Hukum bank syariah
Hukum islam atau syariah yang bersumber dari
ajaran dan teladan Nabi Muhammad saw, mengatur semua aspek kehidupan, etika dan
sosial, serta meliputi perkara pidana maupun perdata. Syariah bersifat
komprehensif, mencakup seluruh aktivitas manusia, mengatur hubungan manusia
dengan Tuhan dan dengan sesama manusia. Konsekuensinya, syariah menggabungkan
apa yang di masyarakat Barat masuk ke dalam wilayah hukum perdata dan pidana.
Salah satu keistimewaan hukum islam adalah
bahwa ia menjadi manifestasi kehendak Tuhan yang pada waktu tertentu dalam
sejarah, disampaikan pada ummat manusia melalui Nabi Muhammad saw, karena itu
hukum islam tidak bersandar pada otoritas pembuat hukum duniawi manapun. Sumber
hukum islam disamping al-quran adalah ketetapan Nabi saw, yang mencerminkan
penerapan aturan, prinsip, dan perintah Allah dalam al-qur’an. Selama beberapa
abad berikutnya, aturan-aturan ini berkembang menjadi sebuah sistem hukum yang
lengkap, baik hukum publik maupun hukum perdata yang disertai petunjek
pengamalan agama.
Al-quran mengandung sejumlah aturan dan
ketentuan, tetapi karena bersifat umum, ia tidak mewakili seluruh permasalahan
yang muncul. Karena itulah pada periode sahabat, aturan-aturan itu dilengkapi
dengan sunnah, tradisi Nabi Muhammad saw yang kini terhimpun dalam litertur
hadis. Syariah berkembang berkat upaya kaum muslim periode awal, ketika mereka
berhadapan langsung dengan berbagai masalah sosial dan politik. Disinilah
muncul ijtihad, yaitu upaya untuk menemukan ketetapan hukum yang sesuai dengan
seruan al-quran dan hadis.
Ilmu yang membahas syaria disebut fikih
(yurisprudensi), dan praktisnya bdisebut fukaha (ahli hukum). Sebutan lain yang
dipergunakan adalah ualama, yaitu “orang-orang yang mengetahui” , tetapi sering
diterjemahkan sebagai “sarjan” atau “ahli hukum”. Disebabkan karena, dalam
islam ilmu hukum (fikih atau yurisprudensi) lebih populer dibanding teologi.
Orang yang mengurusi aspek intelektual agama adalah ahli hukum, bukan teolog
dan inti pendidikan tinggi adalah yurisprudensi, bukan teologi. Secara
bertahap kelompok-kelompok itu
berkembang menjadi mazhab yang lebih terorganisasi dibawah pimpinan para fukaha
dan ulama. Akhirnya, aliran suni mengakui adanya empat mazhab hukum.
Dengan demikian, sumber hukum dalam islam
adalah al-quran dan sunah (sumber utama) dan penafsiran serta pendapat para
fukaha (sumber kedua). Adapun sumber-sumber hukum islam itu ialah:
a. Al-qur’an
Sumber hukum islam yang pertama adalah al-quran, kumpulan
wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad saw. Al-quran tentu saja bukan
murni teks hukum, namun didalamnya terdapat sekitar 500 perintah yang bersifat
hukum (20 diantaranya yentang isu-isu ekonomi).
Secara umum disepakati bahwa perintah-perintah
yang terdapat dalam al-quran tidak boleh diubah, tetapi akibat-akibat hukumnya,
jika ada sering kali tidak ditetapkan, misalnya, sanksi hukum bagi orang yang
mengabaikan riba.
b. Hadis dan sunah
Sumber hukum islam berikutnya adalah hadis yang berarti
“tradisi atau ucapan” yang berhubungan
kehidupan Nabi Muhammad saw. Dalam khazanah klasik, sunnah-jalan yang dirunut
oleh Nabi dan para sahabatnya dapat diketahui hanya melalui periwayatan hadis.
Selama beberapa abad terbentuk berbagai aturan mengenai perilaku dan keimanan
dasar hukum dan teologi islam yang di akui secara universal. Sunah dimaknai
sebagai praktik dan petunjuk Nabi yang disampaikan oleh perawi, dan terdiri
atas tiga macam: sunnah qawliyah (ucapan), sunnah fi’liyah (perbuatan),
dan sunnah taqririyah (persetujuan).
c. Ijmak (Konsensus)
Para ulama menyatakan bahwa Al-quran mengandung
prinsip-prinsip umum yang mengatur semua masalah, dan apabila ada ketidak
jelasan mengenai suatu ayat, para ulama mencari penjelasan dalam hadis. Dengan
demikian, fondasi syariah adalah perintah dan larangan yang jelas dan tidak
ambigu yang terdapat dalam sumber-sumber ini. Ijmak atau konsensus para ulama,
tidak berlaku untuk masalah akidah atau ibadah utama yang telah disepakati,
tetapi untuk penerapan syariah dalam urusan-urusab duniawi. Ijmak sangat
diperlukan untuk menuntaskan isu ekonomi dan keuangan Islam karena Al-quran dan
hadis tidak memberi penjelasan mengenainya. Dalam kedua sumber hukum itu hanya
ada panduan dan petunjuk mendasar yang mengatur sistem ekonomi islam. Akibatnya
perkembangan perbankan islam lebih banyak didasarkan atas para ijmak para
sarjana dan ahli-ahli hukum muslim modern baik ditingkat nasional maupun
internasional. Salah satu contoh adalah Hand book of islamic banking, yang
diterbitkan oleh international Association of Islamic Banks, yang
memberikan kerangka kerja untuk institusi-institusi keuangan islam.
d. Qiyas (Deduksi Analogi) syariah
Sumber hukum tambahan adalah qiyas (analogi dari
ketetapan hukum yang sudah ada) dan ijtihad (upaya individual untuk menetapkan
hukum dari dalil-dalil). Ijtihad meliputi penggunaan akal dan pertimbangan
untuk menetapkan jalan yang sesuai dengan semangat Alquran dan hadist.
Sementara keputusan yang dihasilkan melalui jalan ijtihad disebut ijmak yakni
keputusan bersam para ulama. Qiyas artinya penalaran analogis,
yang menjadikan keadaan masa lalu atau ketetapan hukum yang sudah baku sebagai
preseden bagi permasalahn baru yang muncul kemudian.
Pada
praktiknya qiyas adalah memperbandingkan dua hal dan menilai salah satu
hal dari sudut pandang hal lainnya. Dalam hukum islam, qiyas merupakan
perluasan nilai syariah dari kausu lama ke kasus baru, karena adanya kesamaan
unsur pokok pada kedua kasus (illat hukum). Qiyas bisa digunakan untuk
menemukan hukum suatu masalah hanya jika jawabannya tak ada dalam alquran atau
hadis, atau dalam ijmak. Misalnya, ditetapkan bahwa penggunaan narkotika haram
hukumnya dengan alasan hukum (illat) yang sama dengan pengharaman
alkohol, yakni keduanya dapat merusak pikiran.[2]
B. Fungsi bank syariah
Fungsi bank
syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi yang
dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institution),sebagai berikut :
1.
Manajer
investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana nasabah.
2.
Investor,
bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah
yang dipercayakan kepadanya.
3.
Penyedia
jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan
kegiatan-kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya.
4.
Pelaksanaan
kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank
islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola (menghimpun,
mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainya. [3]
C. Perbedaan bank syariah dan bank konvensional
Bank syariah
merupakan bank yang dalam sistem operasionalnya tidak menggunakan sistem bunga,
akan tetapi menggunakan prinsip dasar sesuai dengan syariah Islam. Dalam
menentukan imbalannya, baik imbalan yang diberikan ataupun yang diterima, bank
syariah tidak menggunakan sistem bunga, akan tetapi menggunakan konsep imbalan
sesuai dengan akad yang diperjanjikan. Sedangkan bank konvensional kebalikan
dari bank syariah yaitu dalam sistem operasionalnya, bank konvensional menggunakan
sitem bunga. Dan dalam menyalurkan dananya bank konvensional tidak
mempertimbangkan jenis investasinya, akan tetapi penyaluran dananya dilakukan
untuk perusahaan yang menguntungkan.[4]
Namun antara Bank Syariah dan Bank Konvensional dalam beberapa hal memiliki
persamaan. Diantaranya: dalam teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan
syarat-syarat umum untuk mendapat pembiayaan seperti: KTP, NPWP, proposal,
laporan keuangan, dan sebagainya.
Adapun
perbeedaan pokok antara sistem bank konvensional dengan sistem bank syariah
secara ringkas dapat dilihat dari empat aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Falsafah, pada bank syariah tidak
berdasarkan bunga, spekulasi, dan
ketidak jelasan, sedangkan pada bank konvesional berdasarkan atas bunga.
2. Operasional, pada bank syariah, dana
masyarakat berupa titipan dan di investasi baru akan mendapat hasil jika
diusahakan terlebih dahulu, sedangkan pada bank konvensional, dana masyarakat
berupa simpanan yang harus di bayar bunganya pada saat jatuh tempo. Pada sisi
penyaluran, bank syariah menyalurkan dananya pada sektor usaha yang halal dan
menguntungkan, sedangkan pada bank konvensional, aspek halal tidak menjadi
pertimbangan utama.
3. Sosial, pada bank syariah, aspek sosial
dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam visi dan misi
perusahaan, sedangkan pada bank konvensional tidak tersirat secara tegas.
4. Organisasi, Bank syariah harus memiliki DPS.
Sementara itu, bank konvensional memiliki Dewan Pengawas Syariah.
Selain itu, perbedaan antara bank konvensional
dan bank syariah dapat dilihat dari empat aspeklain, yaitu sebagai berikut:
1. Akad Dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan oleh bank syariah memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal
barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan
akad.
2. Lembaga Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan
nasabah pada perbankan syariah berbeda dengan bank konvensional. Kedua belah
pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikan di peradilan negri, tetapi
menyelesaikan sesuai tata cara dan hukum materi syariah.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan
bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, namun unsur yang
amat membedakan antara bank konvensional dan bank syariah adalah keharusan
adanya DPS yang berfungsi mengawasi operasional bank dan produk-produk agar
sesuai dengan garis-garis syariah.
4. Bisnis Dan Usaha Di Biayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah tidak
terlepas dari kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak
akan mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang di haramkan.
Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan. Tidak semua proyek objek
pembiayaan dapat di danai melalui dana bank syariah, namun sesuai dengan
kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan Dan Modal Kerja
Bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang
sesuai dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq,
harus melamdasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif
muslim yang baik. Selain itu karyawan bank syaraiah harus profesional (fathanah)
dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana informasi merata
di seluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal reward dan punismen, diperlukan prinsip
keadiadilan yang sesuai dengan syariah. [5]
D. Jenis bank syariah (BUS, UUS)
1. Bank Umum Syariah (BUS)
Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank yang dalam aktivitasnya
melaksanakan kegiatan lalu lintas pembayaran. Bank umum syariah dapat
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Prinsip syariah adalah prinsip
hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa dibidang syariah. Bank
Umum Syariah disebut juga dengan full branch, karena tidak dibawah koordinasi
bank konvensional, sehingga aktivitasnya terpisah dengan konvensional. Bank
Umum Syariah dapat dimiliki oleh bank konvensional, akan tetapi aktivitas atau
pelaporannya terpisah dengan induk bank.
Bank umum syariah memiliki akta pendirian yang terpisah dari
induknya, bank konvensional, atau berdiri sendiri, bukan anak bank
konvensional. Sehingga setiapa laporan yang diterbitkan oleh bank syariah akan
terpisah dengan induknya.
Kegiatan Bank Umum Syariah secara garis besar dapat dibagi menjadi
tiga fungsi utama yaitu:
a.
Menghimpun
dana dari masyarakat
Bank umum syariah menghimpundana dari masyarakat dengan cara
menawarkan berbagai jenis produk pendanaan antara lain; giro wadiah,
tabungan wadi’ah, tabungan mudharabah, deposito mudharabah,
dan produk pendanaan lainnya yang diperbolehkan sesuai dengan syariah islam. Penghimpun
dana dari masyarakat dapat dilakukan dengan akad wadi’ah dan mudharabah.
Dengan menghimpun dana dari masyarakat, maka bank syariah akan membayar biaya
dalam bentuk bonus untuk akad wadi’ah dan bagi hasil untuk akad mudharabah.
b.
Penyaluran
dana kepada masyarakat
Bank umumsyariah menyalurkan dananya kepada pihak yang membutuhkan
dana, agar tidak terjadi idle fund. Bank umum syariah dapat menyalurkan
dananya dalam bentuk pembiayaan serta dalam bentuk penempatan dana lainnya.
Dengan aktivitas penyaluran dana ini bank syariah akan memperoleh pendapatan
dalam bentuk margin keuntungan bila menggunakan akad jual beli, bagi hasil bila
menggunakan akad kerja sama usaha, dan sewa bila menggunakan akad sewa menyewa.
c.
Pelayanan
jasa
Bank
umum syariah juga menawarkan produk pelayanan jasa untuk membantu transaksi
yang dibutuhkan oleh pengguna jasa bank syariah. Hasil yang diperoleh bank atas
pelayanan jasa bank syariah yaitu berupa pendapatan fee dan komisi.
2. Unit Usaha Syariah (UUS)
Unit Usaha Syariah merupakan unit usaha yang
dibentuk oleh bank konvensional, akan tetapi dalam aktivitasnya menjalankan
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah, serta melaksanakan kegiatan
lalu lintas pembayaran. Aktivitas unit usaha syariah sama dengan aktivitas yang
dilakukan oleh bank umum syariah, yaitu aktivitas dalam menawarkan produk
penghimpun dana pihak ketiga, penyaluran dana kepada pihak yang membutuhkan,
serta memberikan pelayanan jasa perbankan lainnya. Unit Usaha Syariah (UUS)
adalahadalah unit kerja dari kantor pusat bank konvensional yang berfungsi
sebagai kantor induk dari kantor atau unit byang melaksanakan kegiatan usaha
berdaqsarkan prinsip syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank
yang berkedudukan di luar negri yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional yangb berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah
dan atau unit syariah.
Unit usaha syariah tidak berdiri sendiri, akan tetapi menjadi
bagian dari induknya yang pada umumnya bank konvensional. Unit Usaha Syariah
tidak memiliki kantor pusat, karena merupakan bagian atau unit tertentu dalam
struktur organisasi bank konvensional. Hal ini dilakukan dengan alas an bahwa
semua transaksi syariah tidak boleh dicampur dengan transaksi konvensional.
Unit usaha syariah tidak memiliki akta pendirian secara terpisah
dari induknya bank konvensional, akan tetapi merupakan divisi tersendiri atau
cabang tersendiri yang khusus melakukan transaksi perbankan sesuai syariah
Islam. Beberapa contoh Unit Usaha Syariah antara
lain, Bank Danamon Syariah, Bank Permata Syariah, BII Syariah, CIMB Niaga
Syariah, dan Unit Usaha Syariah lainnya. Secara umum unit usaha syariah sama
dengan bank umum syariah lainnya.[6]
E. Sisdur dan operasional BUS
F. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia
Perkembangan
bank syariah di di awali dengan berdirinya tiga Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) di Bandung pada tahun
1991 dan PT BPES Heraukat di Nangroe Aceh Darussalam. Pendirian Bank Syariah di Indonesia di Prakarsai oleh Majelis Ulama
Indomesia (MUI) melalui lokakarya “Bunga Bank dan Perbankan” di Cisarua, Bogor,
18-20 Agustus 1990. Hasil ini di bahas dalam Munas IV MUI yang kemudian di
bentuk tim kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia sehingga berdirilah
PT Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun 1991 dan beroperasi tahun 1992.
BMI merupakan
bank syariah pertama yang didirikan di Indonesia, walaupum perkembangannya agak
lambat bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Bila pada periode tahun
1992-1998 hanya ada satu unit bank syariah, pada tahun 2005, jumlah bank
syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah
dan 17 unit syariah. Sementara itu jumlah BPRS hingga akhir tahum 2004
bertambah menjadi 88 buah.[7]
Berkembangnya
bank-bank syariah di Negara-negara Islam berpengaruh ke Indonesia. Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Beberapa
uji coba pada skala yang relatif terbatas telah diwujudkan. Di antaranya adalah
Baitut Tamwil-Salman, Bandung, yang sempat tumbuh mengesankan. Di Jakarta juga
dibentuk lembaga serupa dalam bentuk koperasi, yakni koperasi Ridho Gusti.
Akan
tetapi, prakarsa lebih khusus untuk mendirikan bank Islam di Indonesia baru
dilakukan pada tahun 1990. Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 18-20
agustus 1990 menyelenggarakan Lokakarya Bunga Bank dan perbankan di Cisarua,
Bogor, Jawa Barat. Hasil lokkarya tersebut di bahas lebih mendalam pada
Musyawarah Nasional IV MUI yang berlangsung di hotel Sahid Jaya Jakarta, 22-25
Agustus 1990. Berdasarkan amanat Munas IV MUI, dibentuk kelompok kerja untuk
mendirikan bank Islam di Indonesia.
Kelompok kerja
yang disebut Tim Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi
dengan semua pihak terkait. Adapun hasil kerja dari Tim Perbankan MUI ialah
Bank Muamalat Indonesia. Akte PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada
tanggal 1 November 1991.
Pada awal
pendirian Bank Muamalat Indonesia, keberadaan Bank Syariah ini belum mendapat
perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan
hukum operasi bank yang menggunakan sistem syariah ini hanya dikategorikan
sebagai “bank dengan sistem bagi hasil”, tidak terdapat rincian landasan hukum
syariah serta jenis-jenis usaha yang diperbolehkan.
Perkembangan
bank syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya undang-undang No
10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut telah menjelaskan dengan rinci
landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan dapat di
implementasikan oleh bank syariah. Undung-undang tersebut juga memberikan
arahan kepada bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan
mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
Satu
perkembangan lain perbankan syariah di Indonesia pasca reformasi adalah di
perkenankannya konversi cabang umum konvensional menjadi cabag syariah. [8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank
Syariah Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani. 2001.
Lewis, Mervyn K. Perbankan Syariah. Jakarta: PT Serambi Ilmu
Semesta. 2001.
Ismail. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
2011.
Machmud, Amir, dkk. Bank Syariah Teori,
Kebijakan, Dan Studi Empiris Indonesia. Jakarta: ERLANGGA. 2010.
Soemitra, Andri. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group. 2009.
Sudarsono, Heri. Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonosia. 2003.
[1] Andri Soemitra, M.A., Bank
Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009)
hlm: 61-62.
[2] Mervyn K. Lewis dan Latifa M. Algoud, Perbankan Syariah, (Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta, 2001) hlm: 33-36.
[3] Heri Sudarsono, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta:
EKONOSIA, 2003) hlm:45..
[5] Dr, Amir Machmud dan H.
Rukmana, S.E., M.SI, Bank nSyaria
Teori Kebijakan, Dan Studi Empiris Di Indonesia, (Jakarta: ERLANGGA, 2010)
hlm: 11-12.
[7] Ibid.....Dr, Amir Machmud
dan H. Rukmana, S.E., M.SI, Bank
nSyaria Teori Kebijakan, Dan Studi Empiris Di Indonesia, hlm: 20.
[8] DR. Muhammad Syafi’i
Antonio, Bank Syariah Dan Teori Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001)
Hlm:25- 27.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar